Selasa, 23 Maret 2010

Antioksidan yang lebih ampuh ketimbang vitamin C dalam rumput

Jangan sia-siakan rumput yang tumbuh di pekarangan. Ir Wardah MP MM dan Ir Tatang Sopandi MM menemukan antioksidan yang lebih ampuh ketimbang vitamin C dalam rumput.

Namun tidak sembarang rumput mengandung antioksidan. Kedua peneliti dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya dan Universitas Adi Buana Surabaya itu menemukannya dalam rumput mutiara Hedyotis corimbosa. Kandungan zat iridoid dalam rumput itu menjadi penyebabnya. Cukup mengkonsumsi 426 mg ekstrak kering rumput mutiara setara dengan 500 mg vitamin C. Temuan itu bak angin segar di tengah serbuan makanan modern yang memicu munculnya radikal bebas

Menurut Dr Mien Karmini, pakar gizi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan, Bogor, penyebab radikal bebas bisa ditemui dalam kehidupan sehari-hari mulai dari asap rokok, emisi kendaraan bermotor, minyak goreng yang dipakai berulangkali, sampai sinar matahari yang mengandung ultraviolet.

Radikal bebas adalah molekul oksigen yang kehilangan sebagian elektron. Itu akan mengambil elektron dari sel terdekat sehingga sel itu mengambil elektron dari sel lain, dan seterusnya. Saat itulah reaksi berantai menuju kerusakan jaringan tubuh dimulai. Tanpa antioksidan, radikal bebas merajalela menimbulkan berbagai penyakit mulai dari diabetes melitus, kanker, sampai jantung koroner. Dr Robert Hatibie, dokter di Pecenongan, Jakarta Pusat, menggambarkan kaitan radikal bebas dan antioksidan. “Ibaratnya mobil cuma diisi bensin tanpa oli atau minyak rem. Penyakit degeneratif datang di usia lebih muda,” katanya.

Iridoid

Penemuan antioksidan pada rumput mutiara terbilang kebetulan. Pada 2007 Wardah dan Tatang meneliti kemampuan rumput mutiara sebagai hepatoprotektor alias perlindungan hati. Karena yang bisa melindungi hati dari kotoran dan segala bentuk penyumbatan adalah antioksidan, maka mereka mengukur kadar antioksidan rumput mutiara.

Wardah dan Tatang mula-mula membersihkan rumput mutiara, mengeringkan, dan menggilingnya sampai menjadi serbuk. Setelah 4 hari direndam dalam etanol 90%, serbuk disaring lalu dikeringkan dan dilarutkan dalam etanol-air. Selanjutnya bagian air dikeluarkan dengan corong pisah sebelum dilarutkan dalam metanol. Pengujian dengan alat kromatografi menunjukkan adanya zat iridoid dalam rumput mutiara. Ada 3 tingkat campuran iridoid dengan etanol dan air, masing-masing 10:0, 9:1, dan 5:5.

Kemampuan antioksidan iridoid itu diuji dengan zat difenil pikril hidrasil, suatu zat bersifat radikal bebas yang umum dipakai dalam pengujian antioksidan. Hasilnya, iridoid dalam ekstrak rumput mutiara pada tingkat campuran etanol-air 10:0 dan 9:1 masing-masing sebanyak 56,57 ?g/ml dan 56,12 ?g/ml. Itu setara tingkat antioksidan yang didapatkan dari konsumsi vitamin C.

Tak cuma bersifat antioksidan, iridoid dari rumput mutiara juga ampuh melindungi hati. Wardah dan Tatang menggunakan asetaminofen - zat aktif yang lazim digunakan dalam obat demam, flu, dan sakit kepala - untuk mengujinya. Pemberian asetaminofen berefek samping pembengkakan hati. Namun, dengan asupan 240 mg iridoid per kg bobot badan, efek asetaminofen bisa dieliminir. “Iridoid bahkan mampu melawan semua zat kimia yang menurunkan kadar glutation hati,” kata Tatang yang menyarankan konsumsi 1 - 2 g setara segenggam rumput mutiara setiap hari untuk antioksidan dan melindungi hati.

Asam kandis

Kalau Wardah dan Tatang mendapati antioksidan dalam rumput, Drs Syamsudin M.Biomed Apt dan koleganya justru menemukannya di tanaman berkayu yang kian langka dijumpai: asam kandis Garcinia parvifolia. Kedua peneliti di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta itu mencarinya pada buah, kulit batang, sampai akar. “Pemilihan asam kandis berdasarkan pertimbangan praktis: adaptif, produktif berbuah, dan kayunya bermanfaat,” kata Syamsudin. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu menemukan kandungan bahan antikanker pada anggota marga Garcinia lain.

Dalam serbuk kering akar, kulit batang, dan buah asam kandis asal Kalimantan Barat, Syamsudin dan Jujun mendapati zat triterpenoid, flavonoid, tanin, kumarin, dan kuinon. Triterpenoid alias steroid dalam tubuh berfungsi sebagai hormon pertumbuhan; flavonoid menyediakan bahan baku pembentukan protein; tanin dan kumarin zat antioksidan; sedangkan kuinon adalah komponen utama obat antimalaria.

Dalam penelitian yang dilakukan pada 2004 itu mereka mengekstraksi masing-masing bagian tanaman dengan pelarut yang juga berbeda. Mereka memilih normal heksana sebagai pelarut nonpolar; etil asetat, semipolar; serta metanol, polar. Ternyata, pelarut metanol menghasilkan rendemen tertinggi dan bisa memisahkan semua zat: triterpenoid, flavonoid, tanin, kumarin, serta kuinon.

Untuk pengujian aktivitas antioksidan, Syamsudin dan Jujun menggunakan asam linoleat yang mudah rusak jika teroksidasi. Masing-masing ekstrak buah, kulit batang, dan akar asam kandis diberi larutan asam linoleat lantas dibandingkan dengan asam linoleat yang tidak ditambahkan ke dalam larutan ekstrak asam kandis.

Selama 10 hari pengamatan, asam kandis terbukti mengandung antioksidan lantaran mampu menghentikan oksidasi asam linoleat hingga kurang dari separuhnya. “Artinya antioksidan asam kandis tergolong kuat,” ungkap Syamsudin. Aktivitas terkuat - setara vitamin C - ditunjukkan ekstrak akar dan buah, terlemah ekstrak kulit batang. Artinya, konsumsi segar buah kerabat manggis itu berefek sama dengan konsumsi vitamin C dengan bobot sama. Ternyata asupan antioksidan bisa diperoleh dari pekarangan. (A.Arie Raharjo/Peliput: Nesia Artdiyasa)

Keterangan foto

Antioksidan rumput mutiara lebih ampuh ketimbang vitamin C
Ir Wardah MP MM dan Ir Tatang Sopandi MM, peneliti rumput mutiara
Pohon asam kandis di Kebun Raya Bogor
Radikal bebas merusak DNA mitokondria. Akibatnya, produksi energi berkurang, regenerasi dan fungsi sel terganggu

Tidak ada komentar: