Kamis, 27 Agustus 2009

TEMULAWAK DAN SEMBUHNYA PENYAKIT HATI

TEMULAWAK DAN SEMBUHNYA PENYAKIT HATI

Sejak zaman moyang kita dulu, temulawak sudah dikenal sebagai jamu ampuh melawan sebah perut alias penyakit kuning. Tapi adakah hubungan kausal antara kedua hal itu? Sampai kini masih berupa teka-teki. Tanpa berpretensi untuk menjawab pertanyaan itu, dr. Melly Budhiman, seorang psikiater. memaparkan pengalaman uniknya. Dinyatakan sembuh dari penyakit sirosis hati setelah rutin minum sari temulawak.

Beberapa bulan setelah mendapatkan brevet spesialis dalam bidang ilmu kesehatan jilwa (psikiatri) pada tahun 1969, saya beruntung mendapat tugas belajar selama 1 tahun di AS. Tanpa menyianyiakan kesempatan baik itu, saya segera mempersiapkan diri. Selain paspor dinas, diperlukan pula kartu bukti imunisasi berwarna kuning. Saat itu semua orang yang hendak ke luar negeri wajib mendapatkan imunisasi TCD dan penyakit cacar.

Pelaksanaan imurlisasi saya dapatkan di Kantor DKK Jakarta. Saya tahu persis, jarum suntik yang digunakan berupa jarum bekas yang hanya disterilkan dengan direbus. Maklum, kala itu jarum suntik sekali pakai (disposable) yang notabene masih termasuk mahal, belum lazim. digunakan. Rupanya jarum inilah yang menjadi awal malapetaka penyakit yang bertahun-tahun kemudian mendera hidup saya.

Berangkat April 1969, di AS saya memperdalam ilmu sambil bekerja di Forest Hospital, Des Plaines, Illinois, 20 mil selatan Chicago. Di tempat inilah babak kehidupan kesehatan saya dimulai. Baru setengah bulan berada di AS, rasanya ada sesuatu yang kurang beres pada diri saya. Cepat lelah, nafsu makan menurun drastis, kadang-kadang sampai muntah-muntah. Warna putih bola mata saya berangsur-angsur menjadi kekuningan. Dari hasil pemeriksaan, saya dinyatakan terserang virus hepatitis B. Kemungkinan besar akibat jarum suntik yang tercemar virus tadi. Virus ini memang tidak mati walaupun direbus. Dokter menganjurkan saya beristirahat di rumah.

Selang 4 minggu saya merasa sembuh dan dengan seizin dokter dapat bekerja kembali. Padahal hasil laboratorium masih menunjukkan kondisi badan belum 100% normal. Bilirubin total masih 1,5 mg% (normalnya di bawah I mg%). Berhubung dengan berbagai kesibukan karena tugas belajar, saya tidak begitu lagi menghiraukan penyakit ini Bahkan saya aktif berolahraga, ikut piknik, dan banyak berjalan kaki sampai pada suatu pagi, 6 bulan kemudian, saya merasa sangat letih. Buru-buru saya memeriksakan darah kembali. Hasilnya menunjukkan, bilirubin total naik sampai 3 mg%. Langsung saya dircrwat di RS Lutheran General selama 5 hari.

Pemeriksaan lengkap melalui scanning dan biopsi menyimpulkan, saya menderita hepatitis kronis aktif. Memang saya menyadari belum sembuh total dari hepatitis. Tapi anehnya dokter tidak melarang bekerja ataupun pantang makanan tertentu. Sebaliknya, hanya mengatakan, fungsi tubuh saya akan mengatur itu semua. Misalnya, kalau saya tidak tahan lemak, perut akan merasa mual atau memuntahkan kembali lemak yang saya makan. Satu-satunya obat yang diberikan, kortikosteroid de


ngan dosis cukup tinggi, 4 x 10 mg. Ironisnya, pemeriksaan fungsi hati yang dilakukan setiap minggu setelah itu malah menunjukkan hasil buruk.

Sirosis hati
Ketika tugas belajar selesai tahun 1970 dan kembali ke Jakarta, baru saya sadari bahwa seluruh tubuh saya bengkak-bengkak akibat efek sampingan obat tadi. Dokter R.T.L. Pang, saat itu kepala Bagian Penyakit Hati RSCM-FKUI yang memeriksa kembali penyakit saya dan meneliti hasil biopsi dari AS, menarik kesimpulan saya menderita
sirosis hepatis, Untuk memastikannya dilakukan biopsi ulang dan ternyata kesimpulannya benar. Kembali saya harus dirawat di rumah sakit dan obat kortikosteroid langsung dihentikan. Sebagai pengganti saya diberi beberapa jenis vitamin.

Setelah 3 bulan dirawat, fungsi hati saya berangsur membaik dan 100% normal. Namun tubuh saya tetap tidak dapat membuat antibodi terhadap virus hepatitis sehingga pemeriksaan HBs Ag masih positif, sedangkan pemeriksaan anti-HBs negatif.

Menurut dr. Pang, pemeriksaan laboratorium darah saja masih belum cukup untuk mengetahui apakah sel-sel hati betul pulih. Hanya pemeriksaan biopsilah yang dapat menjawab kesembuhan. Selama I tahun saya diajurkan untuk mengatur makanan yang sehat dan beristirahat sebanyak mungkin dalam posisi tidur. Menurut hepatolog ini, faal hati paling lancar kerjanya saat tubuh dalam posisi tidur. Kerusakan hati bisa terhenti, kemudian sel-sel hati yang normal dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Dalam 3 bulan secara rutin saya kembali memeriksakan diri dan menjalani pemeriksaan biopsi ulang. Setelah satu tahun beristirahat, saya kembali bekerja seperti biasa.

Tahun 1977 seusai bersama beberapa rekan psikiater anak ikut menyiapkan ASEAN Forum bidang psikiatri anakremaja di Jakarta yang cukup melelahkan, penyakit ini kambuh lagi. Kali ini disertai pembengkakkan pada limpa dan rasa sedikit sakit. Pemeriksaan laboratorium menyatakan fungsi hati saya 100%, normal namun pemeriksaan tekanan vena portalis, yakni pembuluh darah balik yang mengalirkan darah dari organ tubuh bagian bawah melalui hati menuju ke vena yang lebih besar yaitu vena cava, menunjukkan tekanan yang meninggi. Bila timbul kerusakan hati maka aliran darah melalui hati kurang lancar sehingga terjadi bendungan yang mengakibatkan tekanan vena portalis tadi meninggi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan zat radioaktif di RS Pertamina.

Dokter Pang kembali melakukan biopsi sekaligus pemeriksaan laparaskopi (membuat lubang kecil pada dinding perut agar bisa memasukkan alat peneropong isi perut). Hasilnya, sirosis hati kambuh kembali! Artinya, harus kembali beristirahat total selama 3 bulan di rumah. Untung saya punya hobi membaca, menyulam dan merenda, jadi saya tidak terlalu merasa jenuh. Namun 3 bulan ternyata, tidak cukup karena hasil biopsi belum menyatakan pulih. Istirahat ditambah 3 bulan lagi agar kondisi hati dan limpa benar-benar pulih. Demikianlah 9 bulan telah berlalu, dengan dilakukan biopsi 3 bulan sekali.

Kenal temulawak
Suatu hari secara kebetulan saya membaca satu artikel di sebuah majalah tentang pengalaman seorang ibu yang menderita bercak-bercak hitarn pada kulit mukanya. Berkat minum rebusan temulawak dua kali sehari, bercak-bercaknya hilang. Tertarik pada artikel tersebut, saya menyuruh pembantu untuk membelikan temulawak kering di pasar. Maklum, saya pun mempunyai kelainan bercak bercak yang sama. Saya minum secara teratur dua kali sehari selama ± 3 bulan. Untuk menghilangkan rasa dan bau yang kurang sedap, ditambahkan jahe dan gula jawa.

Almarhum ayah, yang saat itu berdomisili di Bandung juga berusaha membelikan temulawak kering, ketika itu si penjual menanyakan apakah akan digunakan untuk mengobati penyakit lever. Menurut sang penjual, seorang dokter ahli penyakit dalam di Bandung sering menganjurkan para pasiennya agar rajin minum rebusan temulawak. Malah banyak pasiennya sembuh berkat khasiat temulawak ini. Mendengar berita ini ayah saya menganjurkan agar saya bertambah rajin minum temulawak.

Ketika saya harus kembali untuk mendapatkan biopsi ulang tahun 1978, hasilnya sungguh menggembirakan. Dokter Sadikin Darmawan, seorang patolog senior yang memeriksa hasil biopsi tadi mengacungkan jempol pada saya. Ia mengatakan hasil biopsi kali ini sangat berbeda, kondisi hati saya sehat. Dokter Sadikin sendiri pun heran sampai ia meragukan kalau kalau hasil tersebut tertukar dengan milik orang lain. Oleh karena itu dilakukan biopsi

ADA APA Di DALAMNYA?

Sudah sejak dulu sari rebusan umbi rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dipercaya 'bermnanfaat sebagai "obat" sebah, pinggang pegal, gaya-gara sekresi empedu macet (Intisari, Februari 1986). Bahkan belakangan dikabarkan juga bisa "menyembuhkan" hepatitis (baca "Temulawak dan Sembuhnya Penyakit Hati).

Apa betul demikian? "Masih perlu diteliti lebih lanjut," ujar Prof. Dt Iwan Darmansjah. Kurkumin dan kurkuminoid yang terkandung dalam temulawak pahit itu memang sering kali diteliti, dan diduga memiliki khasiat sebagai "penyembuh". Sayangnya, penelitian itu baru dilakukan pada hewan percobaan.

Dalam percobaan pada mencit atau tikus yang dilakukan oleh para peneliti misaInya, lanjut guru besar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Ul, membuktikan bahwa kurkumin atau kurkuminoid dapat melindungi hati hewan tersebut dari kerusakan yang ditimbulkan oleh zat kimia tertentu (misaInya, karbon tetraklorida, atau parasetamol dosis tinggi). Zat kurkumin yang diberikan sebelumnya atau bersamaan dengan bahan kimia itu ternyata dapat mencegah kerusakan hati.

Bagaimana bila diterapkan pada manusia? itu masili perlu diuji klinis terhadap orang yang sakit hepatitis. Dugaan bahwa kurkumin dapat mencegah kerusakan hati masih harus dipastikan kebenarannya," tegasnya.

Lagi pula, lanjutnya, model sakit lever pada mencit percobaan (pengaruh bahan kimia) berbeda dengan sakit lever pada manusia. Meski lever pada kedua makhluk itu sama-sama rusak, tapi jenis kerusakannya lain. Apalagi hepatitis yang diderita manusia banyak variasinya. Nah, untuk mengetahui apakah temulawak dapat memperbaiki kerusakan hati pada manusia, dan pada jenis hepatitis yang mana, masih perlu dilakukan penelitian.

Celakanya, uji klinis pada manusia tidak gampang. Cukup banyak kendalanya. Selain butuh waktu lama, para peneliti sering ter-
bentur pada pendapat sementara pihak yang tidak menyetujui dila-
kukannya blopsi.

"Padahal biopsi merupakan pengukurarn keberhasilan yang bisa memastikan apakah betul temulawak bisa memperbaiki kerusakan hati," jelas Prof. Dr. lwan Darmansjah yang juga kepala Pusat Uji Klinik Obat (PUKO) di FKUI. Padahal biopsi yang sekarang, menurutnya, tidak terlalu menyiksa seperti pada masa 10 - 20 tahun lalu. Ukuran jarumnya pun jauh lebih halus.

Bagaimana dengan kenyataan di lapangan bahwa temulawak dipakai sebagai "jamu" obat lever? "Ya, sudah biar dipakai dulu," katanya. "Lagi pula temulawak hampir tidak ada efek sampingannya. Meski begitu, bagaimanapun hendaknya masyarakat tidak terlalu terburu nafsu menggunakan obat-obatan atau cara-cara pengobatan yang belum terbukti kebenarannya," pesannya.

Meski keampuhannya bagi manusia baru dugaan, tapi paling tidak khasiat kurkumin dalam mencegah kerusakan hati sudah bisa dibuktikan pada hewan percobaan. Efek hepatoprotektif (mencegah kerusakan lever) dari zat kurkurnin terhadap hati tikus bisa dibilang cukup berarti.

Zat kurkumin atau Hidroksi-metoksifenil-heptadienadion, memang diketahui bersifat anti bakteri. Sehingga kelak kalau zat kurkumin pada temulawak secara uji klinis terbukti bisa mengobati hepatitis pada manusia, akan merupakan anugerah. "SoaInya, untuk penyakit lever seperti itu belum ada obatnya, kecuali interferon. Hanya saja selain harganya sangat mahal, sampai jutaan rupiah, juga ada efek sampingannya," tuturnya.




Si BANDEL, HEPATITIS

Sampai saat ini dunia kedokteran mengenal setidaknya 6 macam jenis virus hepatitis penyerang hati atau-lever. Namun yang paling dikenal adalah hepatitis A, B, dan C.

Hepatitis A atau lebih dikenal dengan penyakit kuning, banyak ditemukan pada anak dan remaja. gejala awaInya seperti terserang flu; panas, demam, mual, dan tulang nyeri. Tahap berikutnya, mata menjadi kuning, air seni seperti teh. Kalau diperiksa, ditemukan pembengkakan hati, perut sebelah kanan sedikit di bawah iga pinggang terasa sakit bila ditekan. Penularannya bisa lewat makanan dan minuman. Walaupun bisa disembuhkan total dalam waktu 5 - 12 minggu, penderita harus beristirahat, makan makanan bergizi yang tak berlemak dan mengkonsumsi vitamin secukupnya.

Kalau hepatitis A "tidak berbahaya", lain halnya dengan temannya yang berkategori B dan C. Hepatitis B yang diperkirakan diidap 1 miliar orang di seluruh dunia, 80% di antaranya berada di Asia - Pasifik.

Diawali dengan perut mual atau kembung, gejala selanjutnya mirip hepatitis A. Virus hepatitis B lebih sulit dibasmi. Penularan bisa melalui jarum suntik, jarum bor dokter gigi, jarum penusuk telinga, transfusi darah, pisau cukur, ludah, ASI, hubungan seksual, bahkan sikat gigi bekas dipakai penderita hepatitis B.

Lewat pemeriksaan darah serta biopsi, akan bisa diketahui jenis hepatitis apa yang diderita seseorang. Pemeriksaari darah antara lain pada kadar bilirubin total (normal di bawah 1 mg%'), kadar SGOT (normal 17 - 20 RJ) dan SGPT (normal 15 - 17 RJ) serta kadar HBs Ag (Hepatitis B surface Antigen) dan anti-HBs (anti-Hepatitis B surface).

Kalau tidak ditangani serius, virus akan ngendon terus dalam hati sehingga ia menjadi carrier. Penderita yang kurang beruntung inilah yang dapat menularkan penyakit tersebut. Bahkan bila dibiarkan bisa menjadi penyakit hati menahun (PHM) atau akan memicu penyakit yang lebih membahayakan jiwanya, yakni sirosis hati atau kanker hati.

Carrier hepatitis B ini tidak boleh menjadi donor darah, organ tubuh, atau sperma. Juga dilarang menggunakan peralatan seperti jarum suritik, jarum akupungtur, pisau cukur, sikat gigi secara bersama agar tidak menularkan virus ke mana-mana.

Penderita sebaiknya jangan merokok, minum minuman-beralkohol serta melakukan pekerjaan berat.

Dalam kasus sirosis, pada seluruh bagian hati terbentuk jaringan-jaringan ikat serta tonjolan-tonjolan regenerasi, sehingga struktur jaringan hati menjadi kacau. Ini dapat menimbulkan gangguan cairan di rongga perut serta muntah darah yang bisa berakibat fatal. Kalau diobati dan dirawat baik, fungsi hati bisa berangsur normal meski tidak bisa sembuh sempurna karena organ hati telanjur mengkerut.

Karsinoma hepatoseluler atau kanker hati bisa timbul pada penderita sirosis hati ini atau akibat infeks! virus hepatitis B.

Kanker hati bisa juga akibat aflatoxin, sejenis racun yang dihasilkan jamur-jamur tertentu. Penelitian oleh Sri Diana dari FKUl tahun 1985 menyatakan, kanker hati menempati urutan ke-3 dari seluruh jenis kanker.

Hepatitis C walaupun belum terlalu popular, kini banyak menarik perhatian para ahli,. Virus C iru acap kali menyulitkan karena tidak menampakkan gejalanya. Paling-paling hanya mual seperti terkena penyakit maag atau lambung. Sarnpai saat ini belum ditemukan bagaimana cara penularannya. Tapi yang jelas, penderita lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Virus hepatitis C sulit diusir dan secara perlahan-lahan dapat menggerogoti hati. o (Nn)

Tidak ada komentar: